Studi Ini Sebut Membedong Bisa Hambat Perkembangan Pinggul Bayi




Banyak orang tua percaya bahwa untuk meluruskan kaki bayi sekaligus menenangkannya saat tidur, salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu membedongnya. Namun, penelitian terbaru menunjukkan membedong bisa berbahaya bagi anak karena berpotensi menyebabkan terhambatnya perkembangan pinggul.

"Untuk memungkinkan pinggul mengalami perkembangan yang sehat, kaki harus bisa tertekuk dan posisinya melebihi bagian pinggul sehingga memungkinkan adanya perkembangan alami dari sendi di pinggul," papar Profesor Nicholas Clarke dari Southampton University Hospital dalam artikelnya yang diterbitkan di Archives of Disease in Childhood.

Dilansir Medical Daily, Kamis (31/10/2013), studi ini juga menunjukkan bahwa orang tua sering membedong anaknya agar tak mudah menangis ketika tidur. Peneliti juga menyimpulkan bahwa praktik ini tetap dilakukan karena bedong dianggap bisa merangsang kontinuitas tidur bayi. Dicatat pula bahwa bedong membuat bayi lebih mudah terlelap dibandingkan pijatan.

Sayangnya, di balik keuntungan membedong, peneliti menemukan adanya risiko gangguan pertumbuhan pinggul, overheating, dan sindrom kematian mendadak pada bayi. Oleh karena itu, peneliti tidak merekomendasikan orang tua membedong anaknya, meskipun hal ini bisa membuat si kecil lebih mudah terlelap.

Sementara itu, dalam artikel yang dipublikasikan di American Journal of Human Biology, Samantha H Blatt, Ph.D dari departemen Antropologi di Boise State University meneliti prevalensi DDH di kalangan masyarakat adat Amerika Utara. Ia juga memperhatikan prevalensi gangguan perkembangan pinggul atau developmental dysplasia of the hip (DDH) di penduduk asli yang lebih modern.

Samantha memeriksa pelvis 390 orang dewasa dari situs prasejarah buffalo akhir di Virginia Barat untuk melihat apakah mereka menunjukkan tanda-tanda DDH. Ia memeriksa setiap perubahan pinggul, ekstrimitas bagian bawah tubuh dan tulang belakang, serta deformasi tengkorak untuk melihat risiko pembedongan yang dilakukan saat bayi.

Selanjutnya, ia menghitung dan membandingkan prevalensi DDH pada masyarakat adat yang lebih modern. Hasilnya, Samantha mengidentifikasi DDH pada 18 orang dewasa. Ia pun menyimpulkan bahwa masyarakat adat yang lebih modern di Amerika Utara memiliki prevalensi DDH lebih rendah.

"Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi predisposisi genetik dan praktek membedong bisa meningkatkan risiko terjadinya DDH," kata Samantha. Menurut American Academy of Orthopedic Surgeons, pinggul diibaratkan seperti bola dan selongsong di mana posisi normalnya adalah bola bisa terpasang dengan pas pada selongsong.

Pada bayi dan anak dengan DDH, bola yang terlepas dari selongsongnya akan membuat mereka lebih mudah terkilir. DDH paling sering terjadi saat anak baru lahir atau selama tahun pertama kehidupan si anak.

"Kaki bayi tidak boleh dibungkus terlalu erat dan mendapat tekanan secara bersamaan. Pembedongan bisa berpotensi memaksa pinggul untuk lurus dan mengalami pergeseran yang menyebabkan ketidaksejajaran. Atau bisa saja menimbulkan masalah di kemudian hari seperti osteoarthritis," papar ahli bedah ortopedi anak, Clarke.

DetikHealth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar